Lengger

July 20, 2022

Lengger atau disebut juga ronggeng adalah kesenian asli Banyumas berupa tari tradisional yang dimainkan oleh 2 sampai 4 orang pria serupa wanita yang didandani dengan pakaian khas. Kesenian lengger Banyumasan ini diiringi oleh musik calung, alat musik tradisional yang terbuat dari bambu. Nama tarian ini pernah disebut dalam novel trilogi Ronggeng dukuh Paruk karya sastrawan Ahmad Tohari.

Kesenian Lengger merupakan kesenian yang lahir, tumbuh, dan berkembang di wilayah sebaran budaya Banyumas yang merupakan daerah agraris dengan mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani dan bercocok tanam. Hal tersebut yang menginspirasi lahirnya kesenian Lengger Banyumasan pada tahun 1755. Kesenian Lengger Banyumasan itu sendiri sampai saat ini belum di ketahui pasti siapa penciptanya karena kesenian ini merupakan kesenian yang berasal dari rakyat, diciptakan oleh rakyat, dan di tujukan untuk rakyat. Wujud dari kesenian Lengger Banyumasan ini yaitu seni tari tradisional yang dalam pertunjukannya sang Lengger tidak hanya menari tetapi juga membawakan lagu tradisional Banyumasan.

Dalam pertunjukannya kesenian Lengger terbagi menjadi empat babak atau adegan. Babak pertama yaitu babak Gamyongan, babak kedua babak Lenggeran, babak ketiga babak Badhutan atau Bodhoran, dan yang terakhir adalah babak Baladewaan. pada babak Lenggeran sering terjadi adanya adegan banceran atau para penonton khususnya laki-laki ikut menari bersamaLenggerdengan memberi uang (sawer).

Lengger merupakan istilah Jarwo Dhosok atau gabungan kata “Darani Leng Jêbule Jengger” yang dapat di artikan bahwa dikira wanita ternyata laki-laki. Maksud tersebut adalah berkaitan dengan sejarah masa pra kemerdekaan dimana penari Lengger adalah laki-laki yang berdandan layaknya seorang wanita yang di gunakan untuk mengelabuhi para lelaki hidung belang khususnya para antek-antek atau kompeni. Tindakan tersebut sebagai bentuk tipu muslihat yang di lakukan oleh para pejuang atau pemuka agama yang tidak suka melihat perilaku tidak sronoh yang di lakukan oleh para penjajah beserta antek-anteknya, seperti halnya melakukan saweran atau member uang dengan cara memasukan uang tersebut ke dalam kemben. Tindakan tersebut yang di anggap tabu.

Pada saat ini kesenian Lengger Banyumasan umumnya ditampilkan oleh kaum wanita akan tetapi disebagian daerah masih memiliki Lengger lanang dengan penari laki-laki yang berdandan layaknya wanita. Ada pula pendapat Lengger berasal dari kata “gelang-geleng gawe geger” yang artinya pada saat itu, tarian Lengger ini hanya ditarikan dengan gerakan kepala yang sangat sederhana yaitu gerakan gelang-geleng dengan gerakan badan yang hanya sebatas anggang enggen atau lengang lenggeng. Walaupun gerakan tarian Lengger hanya sebatas gerakan gelang-geleng , anggang enggen dan lengang lenggeng, Tetapi pertunjukan ini bisa membuat masyarakat Banyumas geger atau ramai. Geger dalam arti masyarakat sangat antusias akan hadirnya kesenian Lengger Banyumasan ini.

Kesenian Lengger Banyumasan ini merupakan sebuah kesenian yang memliki nilai kesuburan dan religi. Masyarakat Banyumas mempercayai dalam kesenian Lengger Banyumasan ini mengandung nilai kesuburan. Masyarakat menganggap Lengger adalah “Ana Celeng Gawe Geger” yang artinya pada zaman dahulu ketika musim panen tiba, Babi hutan atau Celeng dari hutan turun ke lahan pertanian mayarakat Banyumas untuk merusak lahan pertanian yang sedang panen tersebut sehingga masyarakat gagal panen. Masyarakat Banyumas berinisiatif untuk mengusir binatang tersebut supaya tidak merusak ladangnya dengan berbagai macam tetabuhan dan bunyi-bunyian yang dibunyikan secara bersamaan oleh kaum pria sedangkan kaum wanita melakukan gerakan secara spontan dengan melambai-lambaikna tangan ke kanan dan ke kiri untuk mengusir Celeng dengan mengikuti alunan musik. Kegiatan ini dilakukan secara terusmenerus hingga menjadi sebuah tradisi yang menginspirasi lahirnya kesenian Lengger Banyumasan di masyarakat agraris sebagai mitos kesuburan. Selain dipercaya sebagai mitos kesuburan, kesenian Lengger Banyumasan ini juga dipercaya sebagai mitos religi. hal ini terbukti dengan adanya kegiatan tersebut yang bertujuan sebagai bentuk permohonan doa kepada Sang Maha Pencipta sebagai rasa syukur terhadap hasil panen yang telah di berikan dan senantiasa diberi kelancaran untuk panen yang akan datang.

Dari kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Banyumas, maka sampai sekarang ini kegiatan tersebut menjadi salah satu budaya masyarakat Banyumas untuk menyambut datangnya musim panen. Dari beberapa perbedaan persepsi tersebut tidak sekedar menunjukan adanya perbedaan lingkungan sosial budaya masyarakat yang bersangkutan, tetapi sekaligus menunjukan perbedaan nilai dalam perkembangan kesenian Lengger Banyumasan.

Seiring berjalannya waktu serta perkembangan zaman yang di dukung oleh masyarakat pendukungnya kesenian Lengger Banyumasan juga dipentaskan di beberapa acara ritual dalam bentuk hiburan yang bertujuan untuk menghibur yaitu dalam acara sunatan, nikahan, ruwatan, meminta hujan atau baritan, suran atau sedekah bumi, sedekah laut, kaulan atau nadzar, nindik (member anting-anting untuk bayi yang baru lahir), dan berbagai macam hari besar yang lainnya. Gerak dalam kesenian Lenggeran ini sangat sederhana dan belum ada pakem untuk detail geraknya karena pada dasarnya masyarakat dahulu belum memiliki pendidikan dan ketrampilan yang khusus, seperti halnya yang di sebut Lengger “gelang-geleng, lengang lenggeng gawe geger”. Busana yang dikenakan oleh Lengger yaitu mêkak, kain jarik, dan sampur. Pada bagian kepala menggunakan sanggul jawa atau konde dengan perhiasan yang masih sederhana yaitu sisir yang terbuat dari belahan tanduk kerbau yang bentuknya menyerupai sirkam, perhiasan tersebut dahulu disebut dengan cundhuk, kemudian ada mênthul dan giwang.

Kesenian Lengger Banyumasan tumbuh dan berkembang dengan pesat, sehingga kesenian Lengger Banyumasan menjadi icon di Kabupaten Banyumas. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai grup, komunitas, dan sanggar yang melestarikan kesenian Lengger di berbagai sebaran wilayah Banyumas

Dokumentasi: Otniel Tasman, Rianto Rds
Sumber:
kemdikbud.go.id

Kategori:
SENI BUDAYA · ZOOM


Semua komentar

  • Wajib banget di lestarikan 👍

     
    Septi August 18, 2022 1:19 pm Reply
  • Lestarikan Budaya Indonesia Jangan Sampai Punah.

     
    itsmeclucth August 18, 2022 2:18 pm Reply
  • Lestarikan budaya Jawa kita jangan sampai mereka hilang oleh zaman yang berkembang

     
    Lord August 18, 2022 2:26 pm Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

The maximum upload file size: 64 MB. You can upload: image, audio, video, document, spreadsheet, interactive, text, archive, code, other. Links to YouTube, Facebook, Twitter and other services inserted in the comment text will be automatically embedded. Drop file here